Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho menegaskan komitmen kepolisian untuk meningkatkan kualitas pelayanan lalu lintas yang humanis. Ia meminta jajaran polisi lalu lintas (Polantas) lebih aktif hadir di tengah masyarakat dengan pendekatan yang mengedepankan pencegahan, bukan sekadar penindakan.
Kakorlantas menginstruksikan agar patroli dilakukan di lokasi-lokasi yang dikenal rawan kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas. Titik seperti bahu jalan tol maupun kawasan dengan risiko pelanggaran melawan arus diminta menjadi prioritas. “Kehadiran Polantas di titik rawan tidak untuk mencari-cari kesalahan, melainkan mencegah pelanggaran sejak dini,” ujarnya.
Selain patroli reguler, kegiatan blue light patrol diminta ditingkatkan. Patroli dengan lampu biru khas ini dianggap mampu menghadirkan rasa aman di waktu dan lokasi yang tepat. Menurutnya, kehadiran petugas yang terlihat jelas di jalan dapat meningkatkan kenyamanan pengguna jalan serta menekan potensi gangguan keamanan.
Kakorlantas juga menekankan pentingnya monitoring laporan yang masuk dari masyarakat. Seluruh aduan wajib ditanggapi dengan cepat dan profesional. Tindakan ini, kata dia, merupakan wujud nyata kepolisian dalam memberikan pelayanan optimal kepada publik.
Tak hanya itu, ia menilai Program “Polantas Menyapa” harus diperkuat. Program ini dinilai efektif untuk membangun kedekatan antara polisi lalu lintas dan masyarakat. Bentuk kegiatan dapat disesuaikan dengan situasi dan permasalahan di setiap wilayah, sehingga masyarakat dapat merasakan langsung kehadiran petugas.
Dalam hal pengawasan internal, Kakorlantas mengingatkan agar mekanisme pengawasan berjenjang dijalankan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). Ia menekankan, seluruh langkah harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab untuk menjaga profesionalitas institusi.
Selain fokus pada kehadiran petugas di lapangan, Kakorlantas juga mengumumkan kebijakan penting terkait penggunaan sirene dan rotator. Ia memutuskan pembekuan sementara penggunaannya di jalan raya. Meski demikian, pengawalan terhadap kendaraan pejabat tertentu tetap berlangsung, hanya saja penggunaan sirene dan strobo tidak lagi menjadi prioritas.
“Penggunaan suara sirene dihentikan sementara untuk dilakukan evaluasi. Kalau memang tidak bersifat prioritas, lebih baik tidak dibunyikan,” tegas Irjen Agus. Ia menambahkan, sirene hanya boleh dipakai pada kondisi tertentu yang benar-benar membutuhkan prioritas.
Langkah evaluasi ini merupakan respons terhadap aspirasi masyarakat yang merasa terganggu dengan suara sirene maupun cahaya strobo. Kakorlantas menyampaikan apresiasi atas perhatian publik dan menegaskan masukan tersebut akan ditindaklanjuti.
Saat ini, Korlantas Polri sedang menyusun ulang aturan penggunaan sirene dan rotator. Kebijakan baru itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 59 ayat (5). Regulasi tersebut menjelaskan pembagian penggunaan lampu isyarat dan sirene, yakni lampu biru untuk kepolisian, lampu merah untuk kendaraan tahanan, TNI, ambulans, pemadam kebakaran, palang merah, dan kendaraan darurat lain, serta lampu kuning untuk kendaraan patroli jalan tol, pengawasan sarana lalu lintas, penderek, hingga angkutan barang khusus.
Dengan rangkaian kebijakan tersebut, Kakorlantas berharap masyarakat dapat merasakan kehadiran Polantas yang lebih humanis, tertib, dan profesional. Ia menegaskan bahwa tujuan utama kebijakan ini adalah menjaga keselamatan di jalan sekaligus membangun kepercayaan publik terhadap kepolisian.