Beritabumn.com – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah mengesahkan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I Tahun 2025–2026, Kamis (2/10), setelah melalui rangkaian pembahasan bersama pemerintah.
Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Ermarini menyampaikan bahwa terdapat 12 poin krusial yang diatur dalam revisi ini. Perubahan tersebut dinilai penting untuk memperkuat tata kelola, profesionalisme, serta transparansi dalam pengelolaan BUMN.
Pertama, revisi ini mengatur perubahan nomenklatur dari Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN). Lembaga baru tersebut akan bertugas menyelenggarakan fungsi pemerintahan di bidang BUMN.
Kedua, ditegaskan bahwa negara memiliki saham seri A Dwi Warna sebesar satu persen pada BP BUMN sebagai bentuk kendali negara.
Ketiga, aturan baru juga mengatur penataan komposisi saham di perusahaan Induk Holding Investasi dan Induk Operasional dalam struktur Badan Pengelola Investasi Danantara.
Keempat, revisi mempertegas larangan rangkap jabatan bagi menteri maupun wakil menteri di posisi direksi, komisaris, atau dewan pengawas BUMN. Hal ini menjadi tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi.
Kelima, dihapus ketentuan yang menyatakan bahwa anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.
Keenam, dilakukan penataan ulang posisi dewan komisaris pada Holding Investasi dan Holding Operasional agar diisi oleh kalangan profesional.
Ketujuh, revisi memberi kewenangan lebih besar kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit keuangan BUMN. Langkah ini bertujuan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik.
Kedelapan, BP BUMN mendapatkan penambahan kewenangan untuk mengoptimalkan peran BUMN dalam pembangunan dan penguatan perekonomian nasional.
Kesembilan, undang-undang ini menegaskan prinsip kesetaraan gender dalam jabatan direksi, komisaris, maupun posisi manajerial di lingkungan BUMN.
Kesepuluh, revisi mengatur perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan badan, Holding Operasional, Holding Investasi, maupun pihak ketiga. Rincian teknisnya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Kesebelas, BP BUMN dikecualikan dari penguasaan terhadap BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal negara.
Kedua belas, diatur mekanisme peralihan status kepegawaian dari Kementerian BUMN ke BP BUMN, beserta substansi tambahan lainnya yang mendukung implementasi kelembagaan baru ini.
Sebelumnya, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU BUMN sekaligus pimpinan Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, menjelaskan bahwa revisi ini membahas 84 pasal yang diubah. Proses pembahasan telah dilakukan sejak 23 hingga 26 September 2025, melibatkan pakar dan akademisi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).
Dengan disahkannya revisi UU BUMN, pemerintah dan DPR berharap transformasi kelembagaan ini akan menciptakan tata kelola yang lebih profesional, transparan, serta memperkuat peran BUMN sebagai penopang ekonomi nasional.